Tampilkan postingan dengan label Sejarah Cikijing. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Cikijing. Tampilkan semua postingan

Kamis, 29 Oktober 2020

SEJARAH CIKIJING | Cacarita Desa Cikijing (3)

Telepon Belanda 

Setelah membangun infrastruktur jalan, di desa Cikijing juga di pasang jaringan telepon untuk memudahkan komunikasi dari pos Belanda ke markasnya di Talaga dalam peta tahun 1918 tertulis een telefoonlijn loopt lang de wegen: Bandjaran-Telaga-Sindang-Tjikidjing-Tjipadoeng verder oostwaarts en Tjikidjing-Tjigamboel-Sadapaingan-Gardoe vender zuidwaarts. dan dalam peta US. Army tahun 1944 sangat jelas tergambar jalur kabel teleponnya.


Di peta terlihat garis putus putus titik strip berwarna biru di jalan raya cikijing dari pos penjagaan belanda yang sekarang jadi Kantor Pos sampai ke Talaga.

Bangsa Cina

Bangsa Cina masuk ke desa Cikijing tidak ada yang tahu pastinya, tapi kalau merujuk pada cerita Talaga Manggung, bangsa cina masuk ke daerah talaga itu tahun 1209. Di daerah Cikijing tahun 1925 sudah terdapat makam cina yang letaknya antara Cidulang dan Sindangpanji.


Tan Gwan Hin
Geboren op 16 juni 1925 te Tjikidjing
Overleden op 22 mei 1948 te Tjimahi, Mil. Hospitaal
Militaire rang van Chin. Sld. Bew. Bat. bij het onderdeel KNIL.


Bangsa cina di cikijing mungkin awalnya untuk berdagang, namun akhirnya menetap bahkan melahirkan anak di Cikijing, tanggal 16 Juni 1925 lahir seorang tionghoa di Cikijing bernama Tan Gwan Hin, dan besar menjadi anggota militer KNIL. Dia meninggal di rumah sakit militer Cimahi tanggal 22 Mei 1948 dengan pangkat Chin.SLD.Bew.Bat.

Di desa Cikijing bangsa cina banyak yg berdiam di blok Cirawa dan Salasa sekarang. Tahun 1941 terjadi huru-hara Pacinaan di Majalengka dan Talaga termasuk berimbas ke bangsa Cina di Cikijing, mereka eksodus ke wilayah Cirebon dan Kuningan, meninggalkan rumah dan tanahnya begitu saja.

Pusat Desa dan Hunian 

Awalnya desa Cikijing itu di blok Ahad dengan pusatnya Tajug At Taqwa sebelah selatan jalan raya, terus menjalar ke Blok Rebo, Mayasari, dan Jumaah (Cipanji Masuk ke Jumaah karena baru sedikit rumah), dan di batasi oleh Astana Gede dan Sawah Namun dengan pesatnya pertumbuhan penduduk serta kedatangan bangsa luar (Belanda dan Cina) dengan di iringi pembangunan jalan raya, maka hunian penduduk berkembang kearah Cirawa lalu Salasa (Kaum & Babakan) pusat desa pun beralih ke Salasa makanya ada istilah Cikijing Timur/Landeuh/Hilir dan Cikijing Barat kenapa tidak ada istilah Tonggoh/Girang karena bagi orang Cikijing tonggoh dan girang itu adalah Colom sebab sumber air berada di Colom. Jadi pembangunan di cikijing itu berubah setelah adalah Jalan raya. Pembangunan kantor desa, masjid, alun-alun, pasar, semua di pinggir jalan, Astana Gede yang tadinya di pinggir desa, karena ada pembangunan jalan raya akhirnya jadi di muka desa.

1. Bale Desa

Tahun 1925 desa Cikijing sudah padat lahan hunian dan pusat desa sudah beralih ke tempat yang sekarang, tahun 1980 tepatnya tanggal 21 April bale desa Cikijing dibangun dua lantai dijaman kuwu A. Memed waktu saya kecil bale desa sudah dua lantai halamannya ada taman dan di sisi sebelah barat ada alat-alat pedaman kebakaran tradisional yang digantung pada sebuah gawang. Kemudian tahun 2007 di masa Kuwu Mokh. Syihabudin, SH. bale desa Cikijing di rehab lagi dan terakhir tahun 2019 di rehab oleh kuwu Lili Solihin.


2. Masjid Desa

Waktu jaman Eyang Nalagati tajug At Taqwa bisa dianggap masjid desa sebab yang pertama ada mesjid. Seiring pertumbuhan pendudukan dan perkembangan Islam karena masjid tersebut kurang luas akhirnya di bangun masjid yang lebih besar di pinggir jalan raya, mesjid yang dibangun ini bernama mesjid Al Akbar dan merupakan masjid terbesar di Kec. Cikijing sampai dengan sekarang. Tak ada yang tahu kapan masjid ini berdiri, hanya kalau melihat peta ternyata 1925 juga sudah ada masjid desa ini. Tahun 1979 masa Kuwu A. Memed setelah membangun pasar, mesjid ini di dibangun dengan gaya modern pada waktu itu, setelah itu tahun 2006 masa Kuwu Mokh. Syihabudin, SH mesjid Al Akbar di pugar dan dijadikan 2 lantai.

3. Alun-alun

Awalnya alun-alun desa Cikijing itu di depan bale desa dan depan mesjid, namun karena dirasa terlalu kecil akhirnya pindah mengambil sebagian lahan Astana Gede yang untuk dijadikan lapangan yang pinggirnya tumbuh pohon Ki Hujan ini terlihat dari peta tahun 1944, dan alun-alun awal berubah jadi halaman masjid, tahun 1979 ketika masjid diperluas di halaman masjid ini ada taman dengan di tengahnya kolam air mancur yang berbentuk lingkaran, saya juga suka ngojay dan suka dicarekan kalau ngojay didinya teh. Sisi kolam ke arah jalan ada Menara Mesjid jangkung dan di bawahnya ada tiang untuk menyimpan TV desa. Jadi katanya sebelum saya lahir itu, warga desa Cikijing kalau mau nonton tv itu ke bale desa lalajo tv leutik stroom na ku accu bari misbar.

4.   Pasar

Awalnya penduduk berdagang di emperan jalan perempatan Sukaraos, lalu pindah ke lahan Astana gede dan tahun 1978 di bangun Pasar Cikijing pada masa kuwu A. Memed.

Sedangkan Kantor Kecamatan, KUA, Pos, Puskes, Koramil, dan Lapang itu menggunakan lahan Eks orang china yang ditinggalkan begitu saja itu tepatnya dari depan Al Akbar sampai Mts PUI Cikijing sekarang. Namun entah tahun berapa menurut cerita 4 orang Cikijing menelusuri pemilik tanah tersebut dan akhirnya tanah cina itu dibeli. Setelah itu Pos pindah ke Cipanji, KUA pindah ke Jl. Rama dan Kantor Kecamatan, Puskes, Koramil pindah ke Cimukti.

Irigasi 

Tahun 1925 sudah ada Irigasi yang dibangun belanda yaitu di daerah Pasir Rompang dengan cara menyodet Sungai Cikijing untuk mengairi pesawahan di daerah blok Cihagi, Sawahlega dan di daerah Cirawa dengan mengalirkan sumber air Citambilung ke pesawahan dan berujung di Sungai Cikijing.


Irigasi ini mampu mengairi areal pesawahan di Sawahlega, dan di irigasi ini dulu masyarakat sering bermain air sambil ngala remis. 


Demikian Cacarita Desa Cikijing ini ternyata berseri mah cape ada beban. Sebenarnya masih banyak carita-carita desa Cikijing lainnya, kedepan mah tidak akan berseri. Cerita ini hanya remah-remah yang tercecer yang kebenarannya masih harus didukung bukti-bukti dan fakta yang kuat. Sekarang kita pelaku sejarah, berkaca dari lampau, ternyata arsip dan dokumentasi termasuk media publikasi sebuah desa itu perlu. Semoga tulisan ini bermanfaat. (hr)

Minggu, 25 Oktober 2020

SEJARAH CIKIJING | Cacarita Desa Cikijing (2)

Tanah Kacacahan 

Pada masa kerajaan Talaga Manggung tidak ada istilah Kepala Desa atau Kepala Kampung tapi yang memimpin sebuah desa itu adalah orang yang masih keturunan priyayi atau yang disepuhkan/berilmu yang biasa disebut Dalem/Embah. Selanjutnya pada masa penjajahan Belanda pemimpin sebuah desa itu di sebut Demang

Belanda masuk ke Indonesia tahun 1596 di Banten, ke Talaga Mangung tahun 1715 dan merubah Talaga Manggung jadi Kabupatian Talaga pada tahun 1818, lalu tanggal 11 Februari 1840 Belanda mengalihkan Kabupatian ke Sindangkasih dengan nama Kabupaten Majalengka dan Talaga menjadi Kawedanaan dan desa Cikijing masuk Kawedanaan Talaga.

Area Sawah Desa Cikijing di Sawahlega

Menurut cerita para orang tua, setelah Talaga Manggung berubah statusnya jadi Kawedanaan, area pesawahan bekas danau yang biasa di sebut Sawahlega/Tegal dibagi-bagikan ke desa-desa sekitar termasuk desa Cikijing, penduduknya diberi tanah kacacahan hak guna pakai dari pemerintah, luasnya tergantung harkat dan martabat penduduknya, namun kesininya tanah tersebut harus dibeli dibawah harga pasaran. Makanya sekarang di Sawahlega itu ada sawah milik desa talaga, cikijing, kancana, cilangcang, cidulang, sukasari, dst.

Penjajahan Belanda

Jejak-jejak penjajah Belanda di desa Cikijing sekarang sudah sulit ditemukan mungkin karena desa Cikijing waktu itu bukan pusat kota hanya jalur transit dan perbatasan saja. Sebagai jalur transit, Belanda membutuhkan infrastruktur jalan untuk keperluan mereka dari Cirebon, Kuningan ke Ciamis, Tasik, Majalengka dan Sumedang. Belanda membangun jalan raya di Cikijing tahun 1820/1830 mulai dari arah Kuningan sampai Talaga dan kearah Panjalu, ini terlihat dari peta buatan belanda yang di sana tergambar rencana pelebaran jalan dan pada peta tahun 1857 terlihat jalan mulai dari Talaga ke Bantarujeg dan Majalengka masih dalam proses pengerjaan.

Potongan Peta Belanda Th. 1820 Sumber: anri.go.id


Potongan Peta Belanda Th. 1857

Belanda hanya mendirikan pos penjagaan atau markas kecil di sebelah timur desa Cikijing yang sekarang menjadi Kantor Pos Cikijing sayang sekarang bangunannya di rombak total dengan gaya yg lebih modern. Ketika meletusnya perang kemerdekaan penduduk Cikijing biasa mengungsi ke Pasir Rompang dan G. Pagenteran.

Pimpinan Desa

Pimpinan sebuah desa itu banyak sebutannya dimasa kerajaan ada Dalem, Uyut, Embah, atau Eyang yang jelas yang dianggap ketrunan bangsawan atau yang berilmu tinggi. Dimasa penjajahan Belanda pimpinan sebuah desa itu dinamakan Demang, namun secara nonformal nama pemimpin sebuah desa juga tergantung budaya daerahnya misalnya daerah Cirebon nama pemimpin sebuah desa itu adalah Kuwu, termasuk di desa cikijing juga walaupun sekarang secara legal formal disebut Kepala Desa (Kades) tetap saja secara budaya disebutnya Kuwu.

Desa Cikijing menurut berbagai sumber diantaranya informasi dari Bp. U. Suryono (Alm) salah satu tokoh yang dulunya aktif diberbagai bidang (Keagamaan,Pendidikan, Organisasi, Pemerintahan) yang ditanya cucunya ketika ia menyusun paper tugas sekolah SMA tercatat pemimpin Desa Cikijing diantaranya: Eyang Nalagati, Buyut Kawija (1918-1926), Nurmawi (1926-1934), Sutia (1934-1942), Hasan Ali (1942-1950), Sutiam (1950-1958), A. Memed (1958-1966), K.H. Madsuri (1966-1979), A. Memed (1979-1983), Kapten Taryan (1983-1985) Kartiker, Yos Sunaryo (1985-1986) Pejabat, Yos Sunaryo (1986-9194), U. Sunarya (1994-1996) Pejabat, M. Sukanda (1996-1998) Pejabat, Mokh. Syihabudin, SH. (1998-2007), H. Ahmad Masduki (2008-2014) informasi ini saya dapatkan dari salinan papernya. Setelah itu dilanjutkan oleh Priyatna (2014-2015) Pejabat, dan H. Lili Solihin (2015 – Sekarang).

Benda Pusaka 

Menurut putra Bp. Lebe Ganda yaitu Dudung Abdul Karim yang saya temui dan bertanya langsung tahun 2013, menurutnya sebelum masa merdeka, pergantian pimpinan desa Cikijing diadakan secara seremonial penyerahan benda pusaka berupa Pedang dan Buku. Pada masa penjajahan benda pusaka ini dicari-cari Belanda yang butuh datanya untuk menangkap pejuang dan ulama di desa Cikijing, demi keamanan akhirnya benda pusaka ini di sembunyikan dengan cara di kubur di Pasir Rompang dan belum ditemukan. Ada juga yang menyebut sudah diketemukan dan bukunya beak ku rinyuh hehehe…

Saya pribadi menelusuri ke salah satu titik di Pasir Rompang di jumpai di sana memang ada bekas galian yang besar seperti lubang kubur yang sudah lama, yang mungkin saja ulah dari usaha para pencari waktu –waktu dulu hehehe… (hr)





Sabtu, 24 Oktober 2020

SEJARAH CIKIJING | Cacarita Desa Cikijing (1)

Sejarah Desa Cikijing sampai sekarang masih simpang siur, banyak cerita namun masih berbagai warna, bahkan mungkin ada yang tahu namun tidak bercerita, akhirnya generasi penerus banyak yang tidak tahu. Apakah memang kita tidak mau menelusuri sejarahnya atau belum terkuak saja? 

Jika kita bertanya ke pihak desa saja, alhasil kita hanya mendengarkan cerita yang mungkin masih banyak tanda tanya dan itu pun hanya sedikit. Sampai sekarangpun Desa Cikijing belum mempunyai catatan sejarah desanya secara resmi. Tapi walau demikian itu juga udah uyuhan, daripada kita tidak tahu sama sekali, walaupun hanya sekedar dongeng atau cerita-cerita orang tua, syukur-syukur kalau nanti bisa di telusuri dan mendapat bukti yang jelas. 

Saya sendiri sama dalam menelesurinya hanya berdasarkan folklor/cerita rakyat tentang desa Cikijing ini, tujuannya tiada lain hanya sekedar pingin tahu saja, dan sekedar hobi, sebab saya akui juga kalau dari segi bisnis mah, menelusuri nu kieu teh euweuhan.

Desa Cikijing itu adalah desa central bagi Kecamatan Cikijing dan bisa disebut sebagai desa terkota, terkaya, termaju, di kecamatan Cikijing namun sayang catatan sejarah desa saja tidak punya? Tapi mari kita abaikan itu… yang penting kedepannya, kalaupun kita mengalami lost data beberapa periode lampau… tapi semoga kedepannya kita lebih rapih dalam masalah arsip data, sehingga 20 tahun kedepan kita punya sejarah bagi anak cucu kita.


Kerajaan Talaga Manggung
Pada masa awal-awal berdirinya Kerajaan Talaga Manggung (abad X), desa cikijing termasuk pada kawasan Alas Talaga (hutan di sekitar danau), masih berupa hutan, tegalan, dan rawa-rawa, di sebelah selatannya mengalir sebuah sungai dari G. Pagenteran sampai daerah Gumuruh. Sungai ini banyak didapati Kijing dan Remis yaitu sejenis kerang, sehingga di sebut Sungai Cikijing, ini di buktikan dengan adanya nama sumber air dari sungai ini yang disebut Hulu Cikijing di daerah Pagenteran sekarang di desa Sukarasa Kec. Darma.

Kirata jalur kedatangan Eyang Nalagati


Eyang Nalagati 
Masyarakat desa cikijing sepakat bahwa pendiri desa ini adalah Eyang Nalagati. Siapakah Eyang Nalagati ini? tidak ada yang mengetahuinya. Ada yang menyebut utusan dari Cirebon, ada yang menyebut Prajurit Kerajaan Demak, ada yang menyebut saudara Eyang Marmagati, Mbah Satori, dan ada yang menyebut hanya singgah saja tidak meninggal di Cikijing. 

Jika melihat dari nama Nalagati terdapat dua suku kata nala-gati yang dalam bahasa jawa/sanskerta berarti jantung hati - tindakan/memperhatikan, jadi kemungkinan sosok ini adalah seorang yang bijaksana dan mawas diri. Nama ini lebih familiar di wilayah Tanggerang dan Kebumen. 

Menurut cerita dari para orang tua, Eyang Nalagati ini salah satu prajurit Kerajaan Demak, yang ditugaskan ke daerah Talaga Manggung oleh Kasultanan Cirebon sebab memang dulu kesultanan Cirebon berkoalisi dengan kerajaan Demak. Setelah membaca berbagai literature dari internet memang dulu diceritakan Kasultanan Cirebon dibantu pasukan Demak memperlebar kekuasaan ke negeri Sunda – Galuh termasuk Talaga Manggung, itu berlangsung tahun 1511 – 1540 M dengan diakhiri oleh perundingan damai di Istana Ciburang yang pada waktu itu dari Cirebon di pimpin langsung Sultan Cirebon/Syech Syarif Hidayatullah dan dari Sunda-Galuh-Talaga di pimpin oleh Prabu Haur Koneng III. 

Kemungkinan Eyang Nalagati masuk kedaerah Talaga Manggung dari sebelah timur, dari daerah Cageur melalui G. Pagenteran – Pr. Rompang dan melewati Sungai Cikijing lalu berdiam di dataran pinggir rawa-rawa dekat dengan sungai, di sini dia bertugas, dan bermukim sambil menyebarkan Islam dengan membangun Tajug At Taqwa kemudian daerah ini diberi nama Cikijing dengan mengambil nama dari nama Sungai Cikijing sebuah sungai yang banyak terdapat Kijing dan Remis yang berhulu di Pagenteran di daerah sumber air yang bernama Hulu Cikijing.

Komplek Makam Eyang Nalagati di TPU Cibeunying

Sekarang makam/petilasan Eyang Nalagati berada di TPU Cibeunying blok Jumaah desa Cikijing, termasuk para leluhur saya dari garis ibu, ibu-bapa saya, dan kakak-adik saya juga dimakamkan di TPU ini. (hr)