Telepon Belanda
Setelah membangun infrastruktur jalan, di desa Cikijing juga di pasang jaringan telepon untuk memudahkan komunikasi dari pos Belanda ke markasnya di Talaga dalam peta tahun 1918 tertulis een telefoonlijn loopt lang de wegen: Bandjaran-Telaga-Sindang-Tjikidjing-Tjipadoeng verder oostwaarts en Tjikidjing-Tjigamboel-Sadapaingan-Gardoe vender zuidwaarts. dan dalam peta US. Army tahun 1944 sangat jelas tergambar jalur kabel teleponnya.
Di peta terlihat garis putus putus titik strip berwarna biru di jalan raya cikijing dari pos penjagaan belanda yang sekarang jadi Kantor Pos sampai ke Talaga.
Bangsa Cina
Bangsa Cina masuk ke desa Cikijing tidak ada yang tahu pastinya, tapi kalau merujuk pada cerita Talaga Manggung, bangsa cina masuk ke daerah talaga itu tahun 1209. Di daerah Cikijing tahun 1925 sudah terdapat makam cina yang letaknya antara Cidulang dan Sindangpanji.
Bangsa cina di cikijing mungkin awalnya untuk berdagang, namun akhirnya menetap bahkan melahirkan anak di Cikijing, tanggal 16 Juni 1925 lahir seorang tionghoa di Cikijing bernama Tan Gwan Hin, dan besar menjadi anggota militer KNIL. Dia meninggal di rumah sakit militer Cimahi tanggal 22 Mei 1948 dengan pangkat Chin.SLD.Bew.Bat.
Di desa Cikijing bangsa cina banyak yg berdiam di blok Cirawa dan Salasa sekarang. Tahun 1941 terjadi huru-hara Pacinaan di Majalengka dan Talaga termasuk berimbas ke bangsa Cina di Cikijing, mereka eksodus ke wilayah Cirebon dan Kuningan, meninggalkan rumah dan tanahnya begitu saja.
Pusat Desa dan Hunian
Awalnya desa Cikijing itu di blok Ahad dengan pusatnya Tajug At Taqwa sebelah selatan jalan raya, terus menjalar ke Blok Rebo, Mayasari, dan Jumaah (Cipanji Masuk ke Jumaah karena baru sedikit rumah), dan di batasi oleh Astana Gede dan Sawah Namun dengan pesatnya pertumbuhan penduduk serta kedatangan bangsa luar (Belanda dan Cina) dengan di iringi pembangunan jalan raya, maka hunian penduduk berkembang kearah Cirawa lalu Salasa (Kaum & Babakan) pusat desa pun beralih ke Salasa makanya ada istilah Cikijing Timur/Landeuh/Hilir dan Cikijing Barat kenapa tidak ada istilah Tonggoh/Girang karena bagi orang Cikijing tonggoh dan girang itu adalah Colom sebab sumber air berada di Colom. Jadi pembangunan di cikijing itu berubah setelah adalah Jalan raya. Pembangunan kantor desa, masjid, alun-alun, pasar, semua di pinggir jalan, Astana Gede yang tadinya di pinggir desa, karena ada pembangunan jalan raya akhirnya jadi di muka desa.
1. Bale Desa
Tahun 1925 desa Cikijing sudah padat lahan hunian dan pusat desa sudah beralih ke tempat yang sekarang, tahun 1980 tepatnya tanggal 21 April bale desa Cikijing dibangun dua lantai dijaman kuwu A. Memed waktu saya kecil bale desa sudah dua lantai halamannya ada taman dan di sisi sebelah barat ada alat-alat pedaman kebakaran tradisional yang digantung pada sebuah gawang. Kemudian tahun 2007 di masa Kuwu Mokh. Syihabudin, SH. bale desa Cikijing di rehab lagi dan terakhir tahun 2019 di rehab oleh kuwu Lili Solihin.
2. Masjid Desa
Waktu jaman Eyang Nalagati tajug At Taqwa bisa dianggap masjid desa sebab yang pertama ada mesjid. Seiring pertumbuhan pendudukan dan perkembangan Islam karena masjid tersebut kurang luas akhirnya di bangun masjid yang lebih besar di pinggir jalan raya, mesjid yang dibangun ini bernama mesjid Al Akbar dan merupakan masjid terbesar di Kec. Cikijing sampai dengan sekarang. Tak ada yang tahu kapan masjid ini berdiri, hanya kalau melihat peta ternyata 1925 juga sudah ada masjid desa ini. Tahun 1979 masa Kuwu A. Memed setelah membangun pasar, mesjid ini di dibangun dengan gaya modern pada waktu itu, setelah itu tahun 2006 masa Kuwu Mokh. Syihabudin, SH mesjid Al Akbar di pugar dan dijadikan 2 lantai.
3. Alun-alun
Awalnya alun-alun desa Cikijing itu di depan bale desa dan depan mesjid, namun karena dirasa terlalu kecil akhirnya pindah mengambil sebagian lahan Astana Gede yang untuk dijadikan lapangan yang pinggirnya tumbuh pohon Ki Hujan ini terlihat dari peta tahun 1944, dan alun-alun awal berubah jadi halaman masjid, tahun 1979 ketika masjid diperluas di halaman masjid ini ada taman dengan di tengahnya kolam air mancur yang berbentuk lingkaran, saya juga suka ngojay dan suka dicarekan kalau ngojay didinya teh. Sisi kolam ke arah jalan ada Menara Mesjid jangkung dan di bawahnya ada tiang untuk menyimpan TV desa. Jadi katanya sebelum saya lahir itu, warga desa Cikijing kalau mau nonton tv itu ke bale desa lalajo tv leutik stroom na ku accu bari misbar.
4. Pasar
Awalnya penduduk berdagang di emperan jalan perempatan Sukaraos, lalu pindah ke lahan Astana gede dan tahun 1978 di bangun Pasar Cikijing pada masa kuwu A. Memed.
Sedangkan Kantor Kecamatan, KUA, Pos, Puskes, Koramil, dan Lapang itu menggunakan lahan Eks orang china yang ditinggalkan begitu saja itu tepatnya dari depan Al Akbar sampai Mts PUI Cikijing sekarang. Namun entah tahun berapa menurut cerita 4 orang Cikijing menelusuri pemilik tanah tersebut dan akhirnya tanah cina itu dibeli. Setelah itu Pos pindah ke Cipanji, KUA pindah ke Jl. Rama dan Kantor Kecamatan, Puskes, Koramil pindah ke Cimukti.
Irigasi
Tahun 1925 sudah ada Irigasi yang dibangun belanda yaitu di daerah Pasir Rompang dengan cara menyodet Sungai Cikijing untuk mengairi pesawahan di daerah blok Cihagi, Sawahlega dan di daerah Cirawa dengan mengalirkan sumber air Citambilung ke pesawahan dan berujung di Sungai Cikijing.
Irigasi ini mampu mengairi areal pesawahan di Sawahlega, dan di irigasi ini dulu masyarakat sering bermain air sambil ngala remis.
Demikian Cacarita Desa Cikijing ini ternyata berseri mah cape ada beban. Sebenarnya masih banyak carita-carita desa Cikijing lainnya, kedepan mah tidak akan berseri. Cerita ini hanya remah-remah yang tercecer yang kebenarannya masih harus didukung bukti-bukti dan fakta yang kuat. Sekarang kita pelaku sejarah, berkaca dari lampau, ternyata arsip dan dokumentasi termasuk media publikasi sebuah desa itu perlu. Semoga tulisan ini bermanfaat. (hr)