Sabtu, 24 Oktober 2020

SEJARAH CIKIJING | Cacarita Desa Cikijing (1)

Sejarah Desa Cikijing sampai sekarang masih simpang siur, banyak cerita namun masih berbagai warna, bahkan mungkin ada yang tahu namun tidak bercerita, akhirnya generasi penerus banyak yang tidak tahu. Apakah memang kita tidak mau menelusuri sejarahnya atau belum terkuak saja? 

Jika kita bertanya ke pihak desa saja, alhasil kita hanya mendengarkan cerita yang mungkin masih banyak tanda tanya dan itu pun hanya sedikit. Sampai sekarangpun Desa Cikijing belum mempunyai catatan sejarah desanya secara resmi. Tapi walau demikian itu juga udah uyuhan, daripada kita tidak tahu sama sekali, walaupun hanya sekedar dongeng atau cerita-cerita orang tua, syukur-syukur kalau nanti bisa di telusuri dan mendapat bukti yang jelas. 

Saya sendiri sama dalam menelesurinya hanya berdasarkan folklor/cerita rakyat tentang desa Cikijing ini, tujuannya tiada lain hanya sekedar pingin tahu saja, dan sekedar hobi, sebab saya akui juga kalau dari segi bisnis mah, menelusuri nu kieu teh euweuhan.

Desa Cikijing itu adalah desa central bagi Kecamatan Cikijing dan bisa disebut sebagai desa terkota, terkaya, termaju, di kecamatan Cikijing namun sayang catatan sejarah desa saja tidak punya? Tapi mari kita abaikan itu… yang penting kedepannya, kalaupun kita mengalami lost data beberapa periode lampau… tapi semoga kedepannya kita lebih rapih dalam masalah arsip data, sehingga 20 tahun kedepan kita punya sejarah bagi anak cucu kita.


Kerajaan Talaga Manggung
Pada masa awal-awal berdirinya Kerajaan Talaga Manggung (abad X), desa cikijing termasuk pada kawasan Alas Talaga (hutan di sekitar danau), masih berupa hutan, tegalan, dan rawa-rawa, di sebelah selatannya mengalir sebuah sungai dari G. Pagenteran sampai daerah Gumuruh. Sungai ini banyak didapati Kijing dan Remis yaitu sejenis kerang, sehingga di sebut Sungai Cikijing, ini di buktikan dengan adanya nama sumber air dari sungai ini yang disebut Hulu Cikijing di daerah Pagenteran sekarang di desa Sukarasa Kec. Darma.

Kirata jalur kedatangan Eyang Nalagati


Eyang Nalagati 
Masyarakat desa cikijing sepakat bahwa pendiri desa ini adalah Eyang Nalagati. Siapakah Eyang Nalagati ini? tidak ada yang mengetahuinya. Ada yang menyebut utusan dari Cirebon, ada yang menyebut Prajurit Kerajaan Demak, ada yang menyebut saudara Eyang Marmagati, Mbah Satori, dan ada yang menyebut hanya singgah saja tidak meninggal di Cikijing. 

Jika melihat dari nama Nalagati terdapat dua suku kata nala-gati yang dalam bahasa jawa/sanskerta berarti jantung hati - tindakan/memperhatikan, jadi kemungkinan sosok ini adalah seorang yang bijaksana dan mawas diri. Nama ini lebih familiar di wilayah Tanggerang dan Kebumen. 

Menurut cerita dari para orang tua, Eyang Nalagati ini salah satu prajurit Kerajaan Demak, yang ditugaskan ke daerah Talaga Manggung oleh Kasultanan Cirebon sebab memang dulu kesultanan Cirebon berkoalisi dengan kerajaan Demak. Setelah membaca berbagai literature dari internet memang dulu diceritakan Kasultanan Cirebon dibantu pasukan Demak memperlebar kekuasaan ke negeri Sunda – Galuh termasuk Talaga Manggung, itu berlangsung tahun 1511 – 1540 M dengan diakhiri oleh perundingan damai di Istana Ciburang yang pada waktu itu dari Cirebon di pimpin langsung Sultan Cirebon/Syech Syarif Hidayatullah dan dari Sunda-Galuh-Talaga di pimpin oleh Prabu Haur Koneng III. 

Kemungkinan Eyang Nalagati masuk kedaerah Talaga Manggung dari sebelah timur, dari daerah Cageur melalui G. Pagenteran – Pr. Rompang dan melewati Sungai Cikijing lalu berdiam di dataran pinggir rawa-rawa dekat dengan sungai, di sini dia bertugas, dan bermukim sambil menyebarkan Islam dengan membangun Tajug At Taqwa kemudian daerah ini diberi nama Cikijing dengan mengambil nama dari nama Sungai Cikijing sebuah sungai yang banyak terdapat Kijing dan Remis yang berhulu di Pagenteran di daerah sumber air yang bernama Hulu Cikijing.

Komplek Makam Eyang Nalagati di TPU Cibeunying

Sekarang makam/petilasan Eyang Nalagati berada di TPU Cibeunying blok Jumaah desa Cikijing, termasuk para leluhur saya dari garis ibu, ibu-bapa saya, dan kakak-adik saya juga dimakamkan di TPU ini. (hr)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar