Sabtu, 31 Oktober 2020

DANAU PURBA CIKIJING Itu Ternyata...

DANAU PURBA CIKIJING itu ternyata Jaladara Madiya Buwana

Keberadaan tentang sebuah danau purba yang berada di Kecamatan Cikijing, Cingambul, dan Talaga dulu pernah saya tulis tahun 2012, waktu itu saya tidak tahu apa nama danau tersebut makanya saya sebut saja Danau Purba Cikijing namun setelah membaca tulisan H. Ahmad Ma’mun Al Huda/Rd. Suparman Sastrawijaya tentang Neuleuman Dongeng Sasakala Talaga Manggung yang telah di upload di banyak blog, di situ tersurat nama Jaladara Madiya Buwana dan Purwa Jaladara Madiya Buwana.

Kirata Gb. Danau Purba Cikijing (Jaladara Madiya Buwana)

Sekilas Tulisan H. Ahmad Ma’mun

Tulisan H. Ahmad Ma’mun Al Huda atau Rd. Suparman menceritakan tentang Silsilah Kerajaan Talaga Manggung, Pendirian Kerajaan, dan riwayat Raja-raja Talaga Manggung, jadi tidak menitik beratkan pada hal danau purba, tapi tersurat dalam tulisan itu. Tulisan tersebut bersumber buku “Serat Rundayan Talaga trah Ratu Laubarangsari saking Pangeran Ariya Satjanata/ Bupati Panjalu“ dengan sampul bukunya dari kulit rusa mentah memakai kertas Daluwang beraksara Sunda Cacarakan yang ditulis oleh Raden Demang Kramadinata dari buku tersebut didongengkan secara turun temurun termasuk ke H. Ahmad Ma’mun Al Huda.

Dalam tulisan itu ada yang menarik bagi saya dalam hal mendukung tentang analisa danau purba yaitu Sanghiyang Rongkob, Alas Talaga, Nagari Padabenghar, Jawawut, dan Jaladara Madiya Buwana. Kedepan saya akan mencatut beberapa dari isi tulisan H. Ahmad Ma’mun Al Huda yang memakai bahasa sunda kuno pertengahan untuk memperkuat analisa saya mengenai danau purba ini.

SANGHIYANG RONGKOB

Kalau kita mendaki gunung Ciremai via jalur Apuy pasti melewati pos Sanghiyang Rongkob/Rangkah, tulisan mengenai siapakah sosok satu ini sangat sedikit sekali kalau kita googling juga, di tulisan Neuleuman Dongeng Sasakala Talaga Manggung ada sedikit tersurat mengenai sosok ini, disebutkan bahwa Sanghiyang Rongkob itu yang membuka Alas Talaga, membangun Nagari Padabeunghar, menyebarkan ajaran Hindu, dan bercocok tanam Jawawut.

Saterase  telatah Syailendra muspra dening prahara mayapada. kraton ngalih  maring tlatah ma-Ngetan karsane Mpu Sindo  lantlatah ma- Ngilen karsane Sanhamaya Puruhita ingkang keladi dados Sanghiyang Rongkob.

 

Prabu Dhaksajaya puputra Ki Cudamanik/Sanhamaya Puruhita (SanghiyangRongkob), sinatriya kang due pancen ngabedah alas Talaga hing tlatah Daksina Cereme tekan Djaladara Madiya Buwana ”hag sira mitembeyan tetanen Djewawut hing sabudere Djaladara mau, bakal pepangan cacah tekan sampurna ning Galuh”.


Wawamahadewa  puputra Maharadja Shakti  Adhimuya /Ajar Sukaresi; kangamurwadharma Tlatah Galuh Purwa anderek hingkang uwa Sanghiyang Rongkob ingkang sampun paripurna ing nagari Padabeunghar.


Sanghiyang Rongkob/Rangkah/Sanhamaya Puruhita itu adalah putra dari Mpu Daksa/Prabu Dhaksajaya (913 – 919) raja di Kerajaan Medang/Mataram Kuno yang masih kerabat dengan Kerajaan Galuh – Sunda. Sedikit sekali cerita tentang Sanghiyang Rongkob ini, Sanghiyang Rongkob punya anak/murid yaitu Mpu Sindo, Ketika terjadi gempa bumi meletus Gunung Merapi tahun 929, bencana ini mengakibatkan hancurnya karaton Kerajaan Medang/Mataram Kuno. Mpu Sindo mengalihkan kerajaan ke arah timur ke Jawa Timur sedangkan Sanghiyang Ropoh mengembara ke arah barat untuk membuka Alas Talaga mendirikan Nagari Padabeunghar yaitu daerah selatan Gunung Ciremai sampai sisi Jaladra Madiya Buwana (Danau Purba Cikijing). Di Nagari Padabeunghar ini Sanghiyang rongkob bermukim dan menyebarkan ajaran Hindu dengan mendirikan Kahiyangan Argalingga dan Puri Kapanditaan di daerah ini, yang sekarang disebut Pendetan sambil bercocok tanam Jawawut.



ALAS TALAGA

Merupakan satu kawasan hutan lebat jaman dulu di kaki gunung Ciremai yang dibuka oleh Sanghiyang Rongkob yang luasnya mulai dari sisi selatan Gunung Cereme sampai Jaladra Madiya Buwana untuk mendirikan Nagari Padabeunghardan bercocok tanam Jawawut.

….ngabedah alas Talaga hing tlatah Daksina Cereme tekan Djaladara Madiya Buwana ”hag sira mitembeyan tetanen Djewawut hing sabudere Djaladara mau, bakal pepangan cacah tekan sampurna ning Galuh”.

 

Alas Talaga yang dimaksud, talaganya ini adalah Jaladara Madiya Buwana jadi Kerajaan Talaga Manggung itu namanya di ambil dari kata Talaga (talaga/danau; Jaladara Madiya Buana) dan Manggung (tampil, berdiri, tampi ke pentas) sebab kalau asumsi bahwa diambilnya dari Situ Sangiang, situ sangiang itu muncul setelah ada kerajaan, tepatnya pada masa akhir kepemimpinan Prabu Abirawa/Dharmasuci II yang merupakan raja ke-3 Kerajaan Talaga Manggung.

NAGARI PADABENGHAR

Nama Padabenghar ini pernah disebut oleh seorang pengembara keturunan Padjadjaran yaitu Bujangga Manik. Jaman sekarang Padabenghar itu adalah nama sebuah desa di Kabupaten Kuningan yang posisinya di sebelah utara Gunung Ciremai. Namun dalam tulisan H. Ahmad Ma’mun Al Huda/Rd. Suparman Sastrawijaya disebutkan Nagari Padabenghar itu adalah satu kawasan yang didirikan oleh Sanghiyang Rongkob di satu tempat yang dibangun Kahiyangan Argalingga dan Puri Kapanditaan, Sambil bercocok tanam Jawawut, sekarang jadi Lembur Pendetan di daerah Sangiang. Nagari Padabeunghar ini hancur Amarga Prahara Cereme (badai api Ciremai) yang membakar Apuy sampai Citaman. Kemungkinan Sanghiyang Rongkob juga meninggal akibat kejadian ini.

JAWAWUT

Sebelum ada padi di daerah ini, kita makanan pokoknya adalah Jawawut, jawawut ini adalah sejenis tanaman Gandum, merupakan serealia berbiji kecil yang pernah menjadi makanan pokok masyarakat Asia Timur dan Asia Tenggara sebelum budidaya Padi dikenal orang.

Prabu Dhaksajaya puputra Ki Cudamanik/Sanhamaya Puruhita (SanghiyangRongkob), sinatriya kang due pancen ngabedah alas Talaga hing tlatah Daksina Cereme tekan Djaladara Madiya Buwana ”hag sira mitembeyan tetanen Djewawut hing sabudere Djaladara mau, bakal pepangan cacah tekan sampurna ning Galuh”.

 

Tumbuhan Jawawut; Sumber: Wikipedia

Jawawut ini ditanam oleh Sanghiyang Rongkob di Alas Talaga dan daerah Jaladra Madya Buwana. Taun 1209 mulai Pare masuk dibawa oleh Palembanggunung dan Tan Bong Siu dari Sriwijaya Palembang.

DANAU PURBA JALADARA MADIYA BUWANA 

Adalah dulunya sebuah telaga/situ besar seperti laut/segara, makanya namanya Jaladara Madiya Buwana (laut/segara ditengah daratan), penamaan ini karena memang wilayah ini jauh dari laut selatan dan laut utara jawa. Tahun 2012 saya menulis danau ini dengan sebutan Danau Purba Cikijing

Danau ini diperkirakan terbentuk berbarengan dengan lahirnya gunung Cereme generasi kedua (Gn. Api Gegerhalang). Gunung Cereme sekarang merupakan gunung api generasi ketiga, generasi pertamanya ialah suatu gunung api plistosen dan generasi keduanya adalah Gunung Api Gegerhalang yang meletus dan membentuk kaldera yang memunculkan gunung Cereme sekarang dan diperkirakan terjadi sektir 7.000 tahun yang lalu (wikipedia.org; Situmorang,1991).

Peta danau purba Jaladara Madiya Buwana

Jaladara Madiya Buwana ini berada di ketinggian 600-650 mdpl dengan luas kalau di ukur pakai google maps ± 29,07 km² dikelilingi gunung/bukit sebelah utara G. Ciremai, sebelah selatan G. Cijolang, sebelah Timur G. Pagenteran dan Pasir Soang, sebelah barat G. Batuhaji dan G. Picung. Di ujung timur mengalir Sungai Cikijing dari G. Pagenteran, dan di sebelah barat dan selatan mengalir masing-masing sebuah sungai yang berfungsi sebagai tempat buangan air dari danau tersebut.

GEMPA BUMI BESAR

Lalu kenapa dan kapan danau purba tersebut mengering, sekarang kita memang suka melihat daerah yang ditenggarai sebagai danau purba berupa sawah tadah hujan dan sebagian kecil masih berupa rawa-rawa. Dalam tulisan H. Ahmad Ma’mun Al Huda/Rd. Suparman Sastrawijaya ada tertulis:

Analika  sang Abirawa  medal  ing mayapada  buwana gonjang ganjing kedadeyan prahara lindu, lan Djaladara Madiya Buana bengkah ngewangun Cilutung lan tegalan amba Talagasaat  perenahe ing Daksina Alas Talaga

 

Prabu Abirawa (1146 – 1219) naik tahta dalam usia 17 tahun artinya pada taun 1129 terjadi gempa bumi besar yang ngakibatkan bobolnya Jaladara Madiya Buwana ke arah selatan sekarang daerah Cingambul sehingga kering berubah jadi tegalan dan muncul retakan tanah dari mulai G. Gegehalang yang sekarang jadi Sungai Cilutung. Pada masa kepemimpinan Prabu Abirawa/Dharmasuci II danau ini disebut Purwa Jaladara Madiya Buwana dan dijadikan pesawahan. Sekarang daerah ini ada yang menyebut Sawahlega/Sawahtegal/tegal/ranca. (hr)


Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar